Apakah Akhlak Bisa Dinilai Hanya dari Pakaian Saja?

Oleh: Ghina Anfasa

“Pakai hijab tapi ko joget-joget di media sosial?” atau “Percuma kamu pakai jilbab kalau kelakuanmu gak ada sopan-sopannya”. Ucapan seperti itu masih sering kita jumpai pada kehidupan saat ini, dimana orang-orang berpikir mereka yang berhijab, berpakaian syar’i, dan tertutup adalah seorang yang sangat paham dan taat agama. Mereka berpikir seolah-olah wanita yang berhijab maka mereka harus bersikap lemah lembut, anggun, rajin sholat, mengaji, senantiasa mengikuti kajian agama, rajin sedekah, dan masih banyak lagi, sehingga ketika mereka berbuat suatu hal yang buruk orang lain mungkin banyak yang akan berpendapat seperti kalimat diatas, “kamu kan berhijab tapi ko kaya gitu?” atau dengan sebuah sindiran “yang jilbaban ga semua akhlaknya baik yah, buktinya mereka pacaran.” dan masih banyak lagi. 

Stereotip bahwa wanita berhijab haruslah baik akhlaknya masih sangat melekat pada banyak orang. Sebaliknya, muslimah yang tak berkerudung dan menutup aurat, meski akhlaknya baik, tentu saja dipandang tak sebaik muslimah berkerudung, ini menjadi hal yang lumrah dan spontanitas terlintas dalam benak. Padahal menutup aurat adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslimah dan bukan menjadi sebuah tolak ukur tingkatan akhlak dari seseorang. Hal ini telah dijelaskan dalam al-Qur’an Surah Al-Ahzab ayat 59: 

 

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang” 

Ayat diatas sudah sangat menjelaskan bahwa menutup aurat atau berhijab merupakan murni perintah Allah SWT yang wajib dilakukan bagi setiap muslimah tanpa memandang moralitas apakah akhlaknya baik atau buruk. Jadi selama dia menganggap bahwa dirinya adalah seorang muslimah maka dia wajib untuk berhijab dan menutup aurat. Jika ada wanita muslim yang tidak berhijab, maka itu adalah sebuah pilihan. Namun tentunya dia harus menanggung konsekuensinya. Memang tidak semua wanita muslim berhijab memiliki akhlak yang baik, namun penting untuk diingat bahwa wanita berhijab yang memiliki akhlak baik adalah mereka yang juga menjalankan kewajiban agama mereka. 

Setiap muslimah seharusnya menjalankan agamanya dengan baik dan menerapkan perintah agama dalam kehidupan sehari-harinya, termasuk memakai hijab. Pertanyaannya adalah mana yang lebih baik, berhijab tapi memiliki akhlak buruk, atau tidak berhijab tapi memiliki akhlak baik? Perlu dicatat bahwa penghubungan langsung antara berhijab dan kesalehan adalah pemahaman yang kurang tepat. Jadi jika seorang wanita berhijab melakukan suatu hal yang buruk, jangan pernah salahkan hijabnya namun salahkan perilakunya karena hijab dan akhlak merupakan dua hal yang kontradiktif. 

Manusia memang bukanlah makhluk yang sempurna yang tidak luput dari kesalahan begitupun dengan wanita yang berhijab, sebuah kesalahan jika menanggap bahwa mereka tidak boleh melakukan suatu kekhilafan seperti marah, berlaku tidak sopan, dan lain sebagainya. Padahal hal-hal tersebut adalah manusiawi yang wajar saja dilakukan oleh manusia, meski jika berhijab berarti seharusnya lebih bisa menahan marah dan mengendalikan emosi. Hal ini tidak berarti pengendalian emosi hanya wajib dimiliki oleh wanita yang berhijab akan tetapi juga harus dimiliki oleh setiap muslim. 

Pendapat seperti itulah yang sebenarnya bisa jadi membuat wanita-wanita muslim diluar sana tidak mau berhijab karena mereka khawatir dan takut terhadap pendapat-pendapat negatif orang lain apabila mereka berhijab sedangkan akhlak nya masih buruk, dan akhirnya sebagian muslimah yang tidak berjilbab pun memilih tetap bertahan pada pilihannya dengan pikiran sangat sederhana sekali, “daripada aku mendapat kritik karena tidak bisa menjaga sikapku saat mengenakan jilbab, lebih baik aku tidak mengenakannya sekalian, biarlah aku menjilbabi hatiku terlebih dahulu ntar aja jilbaban kalau udah mau wafat”. Meskipun seorang muslimah mengatakan cukup aku jilbabi hatiku dahulu, namun dia tetap harus mengakui bahwa berjilbab adalah wajib baginya. Siap tidak siap, kewajiban muslimah adalah berjilbab dan menutup aurat, mengenai hijabnya besar atau kecil, pakaiannya longgar atau ketat menjadi bab tersendiri yang akan berkaitan tentang tingkat keimanan seseorang. 

Jadi, hal yang bisa kita simpulkan adalah hijab dan akhlak merupakan dua hal yang kontradiktif dan tidak bisa disalahkan apabila salah satunya tidak dimiliki, karena hijab atau menutup aurat adalah suatu perintah Allah yang harus dilakukan oleh setiap muslimah sedangkan akhlak adalah suatu moralitas yang tumbuh dalam diri setiap orang. Wanita yang berhijab pasti secara tidak langsung akan memperbaiki akhlaknya juga, karena sejatinya menutup aurat dan taat pada perintah Allah akan membuatnya sadar mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga dia akan terus menerus memperbaiki diri nya. Jika ada wanita berhijab melakukan sebuah kesalahan dan penyimpangan, jangan pernah salahkan hijabnya akan tetapi salahkan dirinya dan kemudian berilah dia nasehat agar dia lebih memperbaiki perilakunya.

Penulis merupakan santriwati Pondok Pesantren UII Putri dan mahasiswi Program Studi Hubungan Internasional Program Internasional, Fakultas Psikologi dan Sosial Budaya UII.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *