Menghiasi Diri dengan Sikap Tawadhu’
Oleh: Fakhma Mujahida
Tawadhu’ adalah sikap rendah hati atau ketundukan. Tawadhu’ merupakan sifat yang mulia. Bahkan, Nabi memerintahkan pada sesama mukmin untuk saling bertawadhu’, terutama tawadhu’ kepada kedua orang tua. Allah berfirman di dalam surah Al-Isra’ ayat 24, untuk bersikap rendah hati terhadap orang tua:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ
“Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil.”
Memiliki sikap tawadhu’ berarti merasa rendah, merasa bahwa diri sendiri adalah orang biasa sekalipun memiliki banyak kelebihan. Dengan sikap tawadhu’, kita senantiasa akan merendahkan diri kepada Allah, tidak berbuat semena-mena, atau memandang remeh terhadap orang lain.
Tawadhu’ memiliki banyak keutamaan, di antara keutamaan bersikap tawadhu adalah:
- Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang tawadhu’. Disebutkan dalam hadis: Rasulullah saw bersabda : Tidaklah berkurang harta karena sedekah, tidaklah Allah menambah kepada seseorang hamba sifat pemaaf, kecuali dia akan mendapatkan kemuliaan, serta tidaklah seorang menerapkan sifat tawadhu’ karena Allah kecuali Allah pasti mengangkat derajatnya. (diriwayatkan oleh Imam Muslim)
- Dicintai oleh Allah dan orang lain, Allah berfirman dalam QS. Al-Furqan: 63 bahwasanya Allah mengasihi hamba-Nya yang bersifat tawadhu:
وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَٰمًا
Artinya: “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan salam,”
- Sikap Tawadhu’ menghindari perilaku takabbur atau sombong. Dalam sikap tawadhu’ terkandung daya tolak terhadap bahaya-bahaya yang dibawa oleh sikap takabbur, atau sikap merasa besar dan sewenang-wenang. Padahal, sikap merasa besar itu hanya pantas dimiliki oleh Allah semata. Orang yang takabbur senantiasa menganggap rendah orang lain, tidak bisa menghargai orang lain. Pemilik sifat takabbur itu tidak akan mendapatkan apa-apa, namun ia hanya akan menambah kebencian dari Allah dan orang lain.
Nabi Muhammad saw bersabda sebagaimana dicantumkan Imam Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitab Lubabul Hadits:
التَّوَاضُعُ مِنْ أَخْلَاقِ الْأَنْبِيَاءِ وَالتَّكَبُّرُ مِنْ أَخْلَاقِ الْكُفَّارِ وَالْفُرَاعِنَة
Artinya: “Tawadhu merupakan bagian dari akhlaknya para Nabi, sedangkan sombong adalah akhlaknya orang-orang kafir dan para firaun.”
Sikap-sikap yang menunjukkan tawadhu’, antara lain:
- Menerima pendapat orang lain, Karena salah satu indikator tawadhu’ adalah kita tidak merendahkan manusia tapi justru kita yang merasa rendah di hadapan Allah
- Mendahulukan orang lain, karena mengutamakan manusia akan dimuliakan oleh Allah
- Tidak membedakan orang lain.
Berkaitan dengan hal-hal yang dapat memotivasi timbulnya sifat tawadhu’, antara lain:
- Introspeksi diri terhadap asal penciptaan manusia. Dengan mengetahui asal muasal penciptaan diri yang hina dan rendah, kemudian Allah memberikan kehidupan, membaguskan bentuknya, dan memberikan rezeki kepada kita
- Mengetahui terbatasnya kemampuan manusia
- Menyadari bahwa manusia penuh dengan kekurangan.
Oleh karena itu, dengan bertawadhu’, sesungguhnya kita tengah menjalankan salah satu akhlaknya para Nabi. Melalui sikap tawadhu’, kita senantiasa akan merendahkan diri kepada Allah, tidak berbuat semena-mena, atau memandang remeh terhadap orang lain. Semoga dengan bertawadhu’ kita akan senantiasa mendapat ridha Allah Swt. di dunia maupun akhirat.
Penulis merupakan santriwati Pondok Pesantren UII Putri dan mahasiswi Program Studi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam UII.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!