Wasjud Waqtarib, Lambang Kemuliaan

Waktu kecil, saya sering bertanya-tanya untuk hal-hal yang remeh temeh pada Bapak, usil, tapi mengganggu pikiran. Misalnya, kenapa ayam kok namanya ayam, siapa yang pertama kali memberikan nama itu. Kenapa sapi namanya sapi, dan seterusnya pertanyaan lain yang sepertinya tidak terlalu penting untuk dijawab. Karena Bapak biasanya hanya jawab sekenanya “dari dulu ya kayak gitu namanya”. Membaca ayat wasjud waqtarib teringat saat waktu kecil ketika pertanyaan-pertanyaan itu juga merembet ke soal-soal ibadah, mengapa shalat pakai berdiri, ruku, sujud dan seterusnya. Terus terang, Bapak bukan orang yang alim dalam agama, sehingga pertanyaan-pertanyaan tadi tidak ada yang dijawab, kalaupun dijawab sekedarnya saja.

Perintah bersujud dalam bentuk jama’ (usjudu) maupun mufrod (usjud/usjudi), dalam Al-Quran ditemukan sebanyak 12 kali (Al-Baqarah: 34, Ali Imran: 43, al-A’raf: 11, Al-Isra’: 61, Al-Kahfi: 50,  Thaha: 116, Al-Hajj: 77, Al-Furqan: 60, Fushilat: 37, An-Najm: 62, AL-Insan: 26, dan Al-‘Alaq: 19). Dalam dua belas tempat itu, subjek yang diperintah berbeda-beda; perintah kepada Malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam, kepada Maryam, orang muslim pada umumnya, dan Nabi Muhammad saw. Perbedaan subjek yang diperintah tidak terlalu berdampak pada perbebedaan makna yang kontradiktif, bahkan semuanya memiliki makna yang lebih kurang sama; tunduk, patuh, dan menghamba, meskipun tidak semuanya bisa dibayangkan sujud dalam makna dhahiriyahnya.

Sujud dalam makna dhahiriyah fisik biasanya diartikan dengan menempelnya lima bagian anggota tubuh ke lantai, yakni: dahi, ujung hidung, telapak tangan, lutut, dan telapak dalam jari kaki. Sedangkan secara batiniah, dimaknai sebagai sikap tunduk, patuh, dan menghamba. Bentuk sikap kepasrahan total kepada Allah Swt. Selain bentuk ketundukan, kepatuhan, sikap sujud secara fisik juga membawa makna pada lenyapnya segala sikap kesombongan dan kebesaran, karena kepala yang biasanya sebagai simbol kehormatan seseorang, di hadapan Allah dipaksa diletakkan sejajar dengan organ tubuh manusia paling bawah; telapak kaki.

Pada saat itu, tergambar makna hadis Qudsi yang sangat kuat, yang berhak sombong dan merasa besar hanyalah Allah.

قال الله عز وجل : الكِبْرِيَاءُ رِدَائِي ، وِالْعَظَمَةُ إِزَارِي ، فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِداً مِنْهُمَا قَذَفْتُهُ فِي النَّارِ

Allah Azza wa Jalla berfirman: kesombongan adalah selendang-Ku, keagungan adalah pakaian-Ku, siapa yang menandingiKu di antara keduanya, Aku campakkan ia ke neraka. Selendang dan pakaian sekedar untuk mendekatkan makna keagungan pada bayangan manusia. Kedua istilah itu untuk menunjukkan kesombongan dan keagungan hanya Allah yang berhak menyandang.

Gerak sujud lahiriyah menuntun seluruh sistem tubuh, akal, hati, dan pikirannya mengikuti sujud, yakni tunduk sepenuhnya kepada tatanan-Nya, baik yang tergelar di alam semesta maupun terbaca dalam mushaf. Ketundukan yang justru menyelamatkan, meskipun tidak semua orang suka memilihnya. Kita juga tidak tahu persis mengapa gerakan sujud lahiriyah sebagaimana yang kita praktekkan selama ini, adakah ia gerakan yang diajarkan kepada Malaikat Jibril? Asumsi ini bisa saja, karena dalam sejarah kenabian, Malaikat Jibril diposisikan sebagai malaikat pengetahuan, gurunya para nabi yang diutus oleh Allah untuk mengajarkan wahyu kepada para rasul, untuk kemudian disampaikan kepada umatnya. Nama bisa jadi berbeda, tetapi hakekatnya sama, seperti Waraqah paman Khadijah, menyebut Jibril yang menemui nabi di Gua Hira dengan sebutan Namus.

Jibril atau Namus memiliki tugas yang sama, menyampaikan pesan Allah kepada rasul, untuk diteruskan kepada umat manusia. Dengan pemahaman ini, maka bentuk gerakan sujud, termasuk gerakan shalat yang lain, adalah diajarkan oleh Malaikat Jibril, yang kemudian diajarkan kepada manusia. Jawaban atas pertanyaan “mengapa” yang dialamatkan untuk seluruh gerakan shalat itu tidak akan sampai pada alasan yang menyebabkan terjadinya gerakan, maksimal hanya menunjukkan hikmahnya. Mengapa ruku’ dilakukan dengan membungkukkan badan? Semua jawaban atas pertanyaan itu tidak akan mengungkap sebab terjadinya gerakan ruku’, tetapi lebih sebagai upaya menangkap hikmah, kesan makna dari gerakan ruku’.

Dalam beragama memang yang lebih utama bukan sekedar simbol gerakan, tetapi bagaimana memaknai semua simbol gerakan itu, meskipun bukan berarti simbol gerakan tidak penting. Perintah wasjud waqtarib secara lahiriyah kita respon dengan gerakan sujud yang biasa kita lakukan, tetapi batiniah harus mengiringi dalam makna ketundukan, dan semakin mendekat kepada Allah. Dalam sujud itu justru kedekatan seseorang dengan Tuhannya terbangun, rasa kemanusiaan sekaligus kehambaannya terasah tajam.

أقربُ مَا يَكونُ العبْدُ مِن ربِّهِ وَهَو ساجدٌ، فَأَكثِرُوا الدُّعاءَ (رواهُ مسلم)

Posisi terdekat seorang hamba kepada tuhannya adalah saat ia bersujud, maka perbanyaklah doa (HR. Muslim).

Sujud dan ketundukan hamba kepada Tuhannya akan mempertahankan status kemuliannya, sebaliknya, ketidaktundukan justru akan menghinakannya. Malaikat yang awalnya tunduk sujud kepada manusia (Adam) karena kemuliaan yang diberikan Allah kepadanya, akan berbalik menjadi sosok yang menyeramkan, menakutkan, dan membentak manusia. Orang-orang yang tidak mau sujud kepada Tuhannya, di akhir episode kehidupan digiring bergerombol ke arah neraka, disambut malaikat yang menyeramkan karena geramnya menyaksikan tingkah polahnya di dunia. Saat itu, manusia hanya tertunduk lesu, malu, takut dan terbayang siksa dahsyat yang belum terpikirkan sebelumnya. Sebaliknya, orang-orang yang sujud dan istiqomah dalam sujudnya, akan digiring berombongan yang penuh keceriaan menuju surga, disambut malaikat-malaikat yang berjejer memuliakannya. Sujud yang selama ini dilakukan dan dipertahankan telah menjaga kemuliaannya (QS. Azzumar: 70-75).

Jiwa-jiwa sujud akan menghadap kepada Tuhannya dalam keadaan mulia, dipanggil dengan panggilan kesayangan: ya ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji’i ila rabbiki radhiyatan mardhiyah, fadkhuli fi ‘ibadi, wadkhuli jannati…Sungguh, sujudnya telah menjaga kemuliaannya.

Penjaga Pondok Pesantren UII
Suyanto Tohari

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *