“Tidak Menyesal” Tanda Hati Mati?!

Oleh: Isnaini Fauziyah

أَلاَ وإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ وإذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهيَ اْلقَلْبُ (رَوَاهُ اْلبُخَارِيُّ وَمُسْلِم)…

…Ketahuilah bahwa dalam tubuh manusia terdapat sepotong daging. Apabila daging tersebut baik maka baik pula seluruh tubuhnya dan apabila daging tersebut rusak maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah kalbu (hati). [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Hati memiliki peran yang sangat bermakna dalam kehidupan manusia. Karena ia merupakan pengendali kehidupan manusia dalam bertingkah laku, ia adalah pusat spiritual yang menjadi sumber cahaya batiniah, dan juga merupakan tempat ma’rifat serta kecerdasan yang lebih mendalam dan lebih dasar daripada kecerdasan abstrak pada otak. Adapun hati yang mati adalah hati yang tidak lagi berfungsi seperti seharusnya, tidak merasakan sedih saat kewajiban kebaikan terlewatkan dan tidak menyesal atas kesalahan yang dilakukan. Hati yang mati merujuk pada kondisi hati yang tidak hidup secara spiritual dan tidak memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai agama, tidak merasa menyesal atas dosa-dosa yang dilakukan, dan tidak memiliki hubungan yang kuat dengan Allah SWT. Adapun keadaan ini adalah hasil dari perbuatan dosa yang terus-menerus, sehingga hati tersebut tertutup dan tidak mampu menerima hidayah dan petunjuk Allah SWT.

Menurut pandangan Islam, merasa tidak menyesal adalah salah satu tanda hati yang mati. Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman bahwa hati yang mati adalah hati yang tidak merasa menyesal.

Firman-Nya dalam Surah Al-Zumar ayat 8, “Dan apakah orang yang berdosa itu mengetahui, bahwa jika dia menyesal kepada Allah dan memperbaiki diri, niscaya dia akan mendapatkan pertolongan dari Allah dan pengampunan-Nya?”

Sementara hati yang hidup dan sehat adalah hati yang selalu merasa menyesal atas dosa dan kesalahan yang dilakukan. Hal ini sebagai bentuk kesadaran atas perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan nilai-nilai moral. Merasa menyesal adalah langkah pertama dalam proses taubat dan memperbaiki diri. Itulah mengapa perasaan menyesal dibutuhkan dalam menjalani kehidupan sebagai seorang muslim, karena sejatinya semua manusia pernah melakukan kesalahan dan dosa, maka taubat adalah cara untuk membersihkan hati dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Adapun ketika kita mendapati atau merasa hati kita tidak sebaik sebelumnya, maka sebaiknya kita memperbaiki dan berusaha untuk kembali pada keimanan yang Allah ridhai. Dengan memperbanyak ibadah, seperti salat, puasa, membaca Al-Quran, berdoa, membaca dan menelaah Al-Quran, hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, serta kitab-kitab yang membahas tentang Islam, berusaha menjauhi segala bentuk dosa dan maksiat yang dapat melemahkan keimanan, menjaga hubungan dengan sesama muslim, dan selalu memohon ampunan dan bimbingan Allah SWT.

Penulis merupakan santriwati Pondok Pesantren UII Putri dan mahasiswi Program Studi Manajemen Program Internasional, Fakultas Bisnis dan Ekonomika UII.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *