,

Santri PP UII Jadi Presenter Konferensi Internasional Termuda, Angkat Isu Moderasi Beragama

Aktif berpartisipasi merupakan sifat yang terus dikembangkan oleh para santri Pondok Pesantren Universitas Islam Indonesia (PP UII). Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu santri PP UII, Ali Muthahari dari Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) UII, berhasil menjadi presenter dalam 2nd International Conference on Religious Moderation (ICROM) 2023. Dilaksanakan dengan mengusung tajuk “Mengelola Keragaman Keagamaan di Ruang Publik”, konferensi yang dilaksanakan pada 24-26 Agustus 2023 di Yogyakarta tersebut berhasil menyeleksi sejumlah 70 presenter.

ICROM sendiri digelar oleh Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI) dan bekerja sama dengan Institut el-Bukhari, Islami.co, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, serta Pusat Studi Keagamaan dan Lintas Budaya (CRCS) Universitas Gadjah Mada. Agenda disebut ditujukan untuk mengundang para ahli, peneliti, hingga aktivis mengenai keragaman pemikiran keagamaan di Indonesia, terutama soal harmoni keagamaan. 

“Untuk mengkaji pemahaman Islam yang beragam di Indonesia, hubungannya dengan kategorisasi adat atau budaya, serta mengubah keragaman tersebut menjadi kondisi yang toleran, non-diskriminatif, dan damai baik dalam bentuk kebijakan oleh Pemerintah maupun perilaku masyarakat,” sebut Ali. 

Satu-satunya presenter yang naskahnya berbahasa Arab, Ali menampilkan tulisannya yang berhasil diseleksi mengenai konsep moderasi beragama versi Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI), terutama tokohnya yakni Jalaluddin Rakhmat. “Konten tulisan mengeksplorasi pemikiran Jalaluddin Rakhmat yang erat dengan corak irfani dan implementasinya dalam konteks moderasi beragama kalangan Syiah Indonesia yang selama ini Syiah dianggap sebagai golongan yang ekstrim dan radikal,” ujarnya. 

Pada konferensi tersebut, Ia berhasil bertemu dengan berbagai akademisi dari beragam penjuru Indonesia dan menjadi presenter termuda di konferensi tersebut. Mayoritas peserta merupakan dosen, mahasiswa pascasarjana, hingga periset. Ia sendiri mengutarakan bahwa kegiatan semisal konferensi juga memiliki peran untuk menguatkan hubungan silaturahim. 

“Yang lainnya sudah berada di semester akhir, bahkan telah menjadi dosen dan peneliti di berbagai institusi. Hal yang unik terjadi ketika saya berbincang-bincang dengan teman sekamar saya yang merupakan seorang peneliti dari BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Ternyata, kami memiliki sanad dan nasab yang saling berhubungan, di mana buyut saya adalah guru agama dari ayah teman sekamar saya tersebut. Ini membuat saya menyadari bahwa konferensi ini juga berperan dalam mempererat tali silaturahmi,” ungkapnya.

Ali sempat bercerita bahwa pantofel kebanggaannya sempat rusak menjelang dimulainya konferensi, namun teman sempat datang dan sempat menukarkan sepatunya sesaat acara pembukaan dimulai. Lebih lanjut, Ali berbagi pesan bahwa mengenali minat masing-masing menjadi kiat yang paling pertama dilakukan guna mengikuti kegiatan serupa, diiringi dengan mengembangkannya serta giat untuk menelusuri informasi.

“Terutama topik yang kita sukai (meskipun tidak selalu harus sejalan dengan jurusan kita), dan kemudian mengembangkannya sebaik mungkin. Selanjutnya, kita perlu membuka diri dan pintar dalam mencari informasi seputar kegiatan yang sesuai dengan minat kita. Selain itu, kita harus memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan dan kegagalan. Terkadang, saat mengikuti konferensi, paper kita mungkin ditolak, namun hal tersebut tidak boleh menjadi alasan untuk berhenti menulis,” pungkasnya. (JRM)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *